Discourse
KolaseKegiatanTentang Kami
  • Beranda
  • Refleksi
  • Kajian Tokoh
  • Pranala
  • Ulasan
  • Terjemahan
  • Warta
  • Kolase
  • Kegiatan
  • Tentang Kami
DISCOURSE
ArtikelKontakKontribusi EsaiTokoDonasiVideoSyarat dan KetentuanKebijakan Privasi
© 2017-2025 LSF Discourse
Refleksi

Zen, Filosofi Nagarjuna, dan Politik Pemerintahan

0

Zen dan filsafat Madhyamaka Nagarjuna adalah dua konsep penting dalam filsafat dan spiritualitas Asia, di mana keduanya telah memberikan pengaruh yang signifikan pada politik pemerintahan di berbagai wilayah

Deni Hermawan
Jurnalis dan kontributor di buddhazine.com

Diterbitkan pada Senin, 10 Juli 2023
Topik
BuddhismePolitikZen
Semua topik
Bagikan artikel ini

Bantu kami untuk terus bertahan

Donasi

Tahun depan adalah tahun politik penting di Indonesia dan sebagai peringatan Trisuci Waisak Nasional 2023, penulis berefleksi tentang politik pemerintahan berdasar tradisi spiritualitas Zen dan filsafat Madhyamaka Nagarjuna, yang keduanya berakar dari ajaran Buddha.

Zen dan filsafat Madhyamaka Nagarjuna adalah dua konsep penting dalam filsafat dan spiritualitas Asia, di mana keduanya telah memberikan pengaruh yang signifikan pada politik pemerintahan di berbagai wilayah. Zen (Chan) adalah suatu aliran Buddhisme Mahayana yang berasal dari Tiongkok yang berfokus pada meditasi dan pengalaman langsung untuk mencapai kebenaran universal. Sementara Nagarjuna adalah seorang filsuf Buddhis dari India yang mengembangkan doktrin Madhyamaka, doktrin yang menekankan bahwa segala sesuatu bersifat kosong atau bebas nilai.

Dalam politik pemerintahan, Zen dan filsafat Nagarjuna memiliki kontribusi yang berbeda. Ajaran Zen berupa meditasi membantu pemimpin pemerintahan menjadi lebih bijak dan memahami hubungan antara kekuasaan dan tanggung jawab. Pemimpin pemerintahan juga diajarkan untuk mengendalikan pikiran dan emosi mereka sehingga mereka dapat membuat keputusan yang lebih rasional dan berwawasan luas. Hal ini sangat penting dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan negara.

Sementara itu, doktrin Madhyamaka Nagarjuna menekankan bahwa semua fenomena bersifat kosong atau tidak memiliki keberadaan yang independen, namun saling terkait satu sama lainnya. Hal ini dapat diartikan sebagai kritik terhadap ideologi politik yang memandang kekuasaan dan kebijakan publik sebagai sesuatu yang terpisah dari masyarakat dan lingkungan sosial. Menurut Nagarjuna, kebijakan publik harus dipandang sebagai bagian dari sistem yang lebih besar yang melibatkan masyarakat, lingkungan, dan kondisi sosial yang kompleks.

Dalam politik pemerintahan, doktrin Madhyamaka Nagarjuna dapat membantu pemimpin pemerintahan memahami kompleksitas masalah sosial dan lingkungan yang mereka hadapi. Mereka diajarkan untuk tidak memandang masalah dari sudut pandang yang sempit dan terbatas, melainkan dari perspektif yang lebih luas dan menyeluruh. Dengan memahami bahwa semua fenomena bersifat kosong dan saling terkait, pemimpin pemerintahan dapat membuat keputusan yang lebih bijak dan mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.

Dari penjelasan di atas , kita bisa melihat bahwa Zen dan filsafat Madhyamaka memiliki kontribusi yang signifikan dalam politik pemerintahan. Dalam hal Zen, praktik meditasi dapat membantu pemimpin pemerintahan menjadi lebih bijak dan memahami hubungan antara kekuasaan dan tanggung jawab. Sementara itu, doktrin Madhyamaka Nagarjuna dapat membantu pemimpin pemerintahan memahami kompleksitas masalah sosial dan lingkungan yang mereka hadapi. Keduanya dapat membantu pemimpin pemerintahan membuat keputusan yang lebih bijak dan mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.

Bagikan artikel ini
Diterbitkan pada Senin, 10 Juli 2023
Topik
BuddhismePolitikZen
Semua topik

Diskusi

Loading...
Bantu kami melaluidonasi di SociaBuzz
Artikel Terkait
Refleksi
Tentang Eternalisme dan Anihilisme
Anggi Gilang Angkasa0

Buddha memiliki pandangan yang berbeda dengan Kaum Anihilis dan Kaum Eternalis pada masanya. Disebutkan juga bahwa kedua kaum ini seringkali bertemu dalam sebuah perdebatan yang berujung pada pertengkaran.

Refleksi
Paramatthadhamma: Pandangan Buddha Tentang Realitas Hakiki
Anggi Gilang Angkasa0

Kemelekatan terhadap yang terkondisi adalah sumber penderitaan, karena karakteristik umum dari fenomena baik yang muncul pada horizon-horizon Realitas Konvensional maupun horison-horison Realitas Hakiki yang terkondisi, memiliki karakteristik tidak kekal (anicca).