Discourse
KolaseKegiatanTentang Kami
  • Beranda
  • Refleksi
  • Kajian Tokoh
  • Pranala
  • Ulasan
  • Terjemahan
  • Warta
  • Kolase
  • Kegiatan
  • Tentang Kami
DISCOURSE
ArtikelKontakKontribusi EsaiTokoDonasiVideoSyarat dan KetentuanKebijakan Privasi
© 2017-2025 LSF Discourse
Pranala

Gott is Tott

0

Pembunuhan tuhan oleh Zarathustra merupakan usaha Nietzsche untuk menyatakan bahwa manusia merupakan ubermensch.

Pranala Gott is Tott
Pranala Gott is Tott
Dika Sri Pandanari
Dika Sri Pandanari
Pendiri LSF Discourse. Pengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.

Diterbitkan pada Selasa, 11 Juni 2019
Topik
Filsafat Moral
Semua topik
Bagikan artikel ini

Bantu kami untuk terus bertahan

Donasi

Nietzche telah mati namun tidak pada tahun 1900 saat Tuhan bangkit dan membunuhnya. Beberapa literat kerap mengutip Sabda Zarathustra dan menyatakan bahwa mereka percaya manusia dapat membunuh Tuhan. Pada saat yang sama para literat justru telah membunuh Nietzsche dan gagal memahami tuhan. Kaum ateis milenial menyatakan bahwa Tuhan tidak 'ada' dan manusia dapat melahirkan Tuhan sesuai kehendak sebagaimana Zarathustra dapat membunuh Tuhan dengan mudah. Tesis ateis secara dangkal menyatakan bahwa Gott is tott mewakili pemahaman bahwa tuhan tidak ada sehingga manusia tidak perlu beragama dan mempercayainya. Namun perihal beriman dan beragama pada kasus tertentu merupakan hal yang berbeda. Beragama merupakan rumusan moral yang dikhususkan manusia agar memiliki keterarahan kepada entitas yang teragung bagi agamanya, sementara kepercayaan merupakan dorongan untuk berjalan kepada entitas tersebut. Agama merupakan jalan, sementara iman merupakan kemampuan manusia untuk berjalan. Jika tujuan manusia adalah Tuhan sementara Ia telah dibunuh maka faktisitas menunjukkan bahwa Tuhan tetap ada. Keinginan, hasrat, tuntutan, ketidakpedulian dan pragmatisme-lah yang justru meluaskan jarak manusia pada Tuhannya dan bahwa penggunaan Gott is tott sebagai rasionalisasi seseorang untuk tidak beragama merupakan sebuah kesalahan logis.

Tafsiran lain dari Gott is tott adalah kritik Nietzche terhadap pemberhalaan manusia atas Tuhan dan pemakzulan agama yang justru menumbuhkan kejahatan manusia sepanjang catatan sejarah. Tuhan melampaui apapun dan tidak tinggal di dalam agama. Tuhan yang dibunuh oleh Zarathustra diasumsikan sebagai tuhan-tuhanan atau idols yang ada di dalam kepercayaan umat beragama. Namun tafsir ini dapat dibantah oleh spiritualis dengan menjelaskan bahwa Tuhan yang disembah merupakan hasil penerimaan emanasi Tuhan pada intelektual manusia. Penerimaan itu menimbulkan pengetahuan yang kemudian diwujudkan dalam penanda seperti totem atau teks suci sementara manusia tetap berbeda dengan Tuhan sehingga memiliki kekurangan sebagaimana kejahatan dan kemunafikan timbul dalam diri manusia. Tafsir ini juga membuka ruang penilaian bahwa Nietzsche justru merupakan seorang beriman.

Tafsir yang lebih relevan dengan pemikiran Nietzsche lainnya adalah bahwa Gott is tott merupakan seruan kebebasan dan kekuatan. Istilah membunuh digunakan Zarathustra untuk menunjukkan bahwa ia mengenal apa dan siapa Tuhan. Pengenalan ini menyingkap kemampuan intelektual manusia yang super-uber. Di saat orang lain sedang membatasi diri dengan konsepsi mereka atas tuhan, Zarathustra telah melampaui pemahaman mereka dan mampu terbebas dari pengetahuan palsu. Zarathustra ingin mengungguli manusia lain dalam usahanya membunuh Tuhan. Ia menjadi yang paling relijius sekaligus tak beriman demi menunjukkan bahwa manusia memiliki kekuatan untuk menjadi apapun. Pembunuhan tuhan oleh Zarathustra merupakan usaha Nietzsche untuk menyatakan bahwa manusia merupakan ubermensch. Penafsiran atas Gott is tott tidak selalu sama dan searah sehingga Sabda Zarathustra sebagai karya konundrum Nietszche membutuhkan studi eksegese pada satu sisi dan sekaligus pada sisi lain membutuhkan kepekaan nurani untuk memahami posisi manusia dan Tuhan.

Bagikan artikel ini
Diterbitkan pada Selasa, 11 Juni 2019
Topik
Filsafat Moral
Semua topik

Diskusi

Loading...
Bantu kami melaluidonasi di SociaBuzz
Artikel Terkait
Kartun Political Corruption karya Louis Dalrymple (1894)
Kajian Tokoh
Moral dan budaya korupsi di Indonesia menurut Friedrich Nietzsche
Hery Prasetyo Laoli0

Di Indonesia sendiri, perilaku korupsi seolah-olah memberikan gambaran sisi gelap manusia, yang mana terdapat hasrat berkuasa yang tertanam dalam dirinya, nafsu untuk meraup kesenangan saja, kemalasan, ketidakberpikiran manusia, kekosongan jiwa, hingga adanya sisi hewani yang tidak tertata.

The Bone of Centention
Refleksi
Pelajaran Singkat tentang Argumen
Firmansyah Sundana0

Iklim perdebatan rasional hanya dapat didorong apabila kita tidak enggan mendengar argumentasi orang lain, menguji kelemahan dan kelebihannya, dan melepas kepercayaan diri yang begitu berlebihan dalam memegang suatu kepercayaan dan pegangan.

Kajian Tokoh
Etika Emotif Murni A. J. Ayer: Soal Benar Atau Soal Baik
Agustinus Tamtama Putra0

Teori etika emotif adalah suatu gagasan dari Ayer yang menyatakan bahwa penilaian moral tidak dapat menentukan benar atau salah satu tindakan manusia.

Kajian Tokoh
Kebahagiaan dan Tanggung Jawab Kantian
Bonifasius Prasetya0

Tanpa adanya good will, berbagai kualitas hanya akan memunculkan keburukan.

Ulasan
Transisi dari Filsafat Moral Populer ke Metafisika Moral
Krisna Pradipta0

Moralitas dalam pembahasan Kant ialah relasi antara aksi dan otonomi kehendak manusia, yang mampu mengatur atau menata hukum sesuai dengan maksim (prinsip kehendak subjektif). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aksi yang seseuai dengan kehendak diperbolehkan, dan tidak sebaliknya.