Discourse
KolaseKegiatanTentang Kami
  • Beranda
  • Refleksi
  • Kajian Tokoh
  • Pranala
  • Ulasan
  • Terjemahan
  • Warta
  • Kolase
  • Kegiatan
  • Tentang Kami
DISCOURSE
ArtikelKontakKontribusi EsaiTokoDonasiVideoSyarat dan KetentuanKebijakan Privasi
© 2017-2025 LSF Discourse
Pranala

Hare

0

Berbagai manifestasi terwelu menunjukkan keserupaan struktur benak manusia dalam merumuskan nilai melalui simbol dan mitos

Pranala Hare
Pranala Hare
Dika Sri Pandanari
Dika Sri Pandanari
Pendiri LSF Discourse. Pengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.

Diterbitkan pada Selasa, 27 November 2018
Topik
Mitos
Semua topik
Bagikan artikel ini

Bantu kami untuk terus bertahan

Donasi

Pada abad ke-3 Masehi di Tiongkok, seekor kuda Ferghana mewarnai medan legenda Tiga Kerajaan (Sam Kok), dengan nama setara kemashyuran para penunggangnya. Bermula sebagai kuda perang Warlord Fengxian (Lu Bu), ia lalu menjadi hadiah bagi panglima Yunchang (Guan Yu). Nama kuda kemerahan itu menggambarkan kekuatan dan kecepatan lari yang ibarat cahaya, Red Hare. Hare (terwelu) kadang disamakan dengan kelinci liar: mamalia omnivora bertelinga panjang. Seperti gambaran yang lekat pada kuda Red Hare, terwelu merupakan bagian dari mitos supranatural dan simbol kecepatan serta ketangguhan di hampir tiap belahan dunia.

Filosof Perancis Claude Levi-Stauss meneliti kesamaan berbagai mitos melalui strukturalisme. Ia berpendapat bahwa ada ekuivalen di seluruh dunia dalam pengembangan fenomena menjadi narasi mitologi. Menurutnya kapasitas benak manusia diciptakan serupa, berkembang sesuai perlakuan dan kebutuhan. Dalam penelitiannya, ia membahas terwelu yang melembaga dalam kebudayaan Indian-Amerika, misalnya Nanabozho Sang Dewa Terwelu (dari suku Anishinabe) dan Ji-Stu (dari suku Cherokee). Melanjutkan pengamatan Levi-Strauss, menyusuri jejak terwelu adalah perjalanan menyusuri kebudayaan pagan bangsa-bangsa.

Dalam tradisi Anglo-Saxon, penyembah Dewi Eoster (Eastre/Ishtar) melakukan pengorbanan terwelu. Terwelu dipercaya membantu Dewi Fajar membawa cahaya dan rela berkorban demi berputarnya hari, mitos yang lalu berasimilasi dengan budaya Kristen dalam tradisi Paskah Barat. Terwelu diceritakan menemani Freia, dewi kesuburan Skandinavia dan mendampingi Artemis (Diana), dewi kesuburan Eropa Selatan. Di Mesir, ia menjadi ikon Unut, dewi pendamping Ra. Menurut peradaban dunia, terwelu memiliki kekhasan sifat dewata, ketangkasan dan ketangguhan. Relevan dengan penemuan Levi-Strauss di mana berbagai adat Indian merujuk terwelu sebagai perwujudan dewa yang bersifat heterogen. Berbagai manifestasi terwelu menunjukkan keserupaan struktur benak manusia dalam merumuskan nilai melalui simbol dan mitos.

Bagikan artikel ini
Diterbitkan pada Selasa, 27 November 2018
Topik
Mitos
Semua topik

Diskusi

Loading...
Bantu kami melaluidonasi di SociaBuzz
Artikel Terkait
Pranala Odiseus
Pranala
Odiseus
Dika Sri Pandanari0

Ialah pertemuan antar 'wajah-wajah' Liyan yang menyebabkan manusia terbukti hadir di dunia. Bagi Levinas, pertemuan wajah menimbulkan banyak relevansi dan permasalahan baru seperti lahirnya tanggung jawab, masyarakat, dan paradigma subjektif. Namun sebagaimana Odiseus yang nyaris hilang dalam kutuk perjalanan panjang, setidaknya ontologi barat telah kembali pulang dalam tanah air wilayah metafisika akal budi praktis.

Refleksi
Sentono Genthong: Makna Di balik Tanda Purba
Rani Dwi Andriani0

Sentono Genthong merupakan bangunan purba berupa petilasan yang di dalamnya terdapat genthong berisi tulang.