Discourse
KolaseKegiatanTentang Kami
  • Beranda
  • Refleksi
  • Kajian Tokoh
  • Pranala
  • Ulasan
  • Terjemahan
  • Warta
  • Kolase
  • Kegiatan
  • Tentang Kami
DISCOURSE
ArtikelKontakKontribusi EsaiTokoDonasiVideoSyarat dan KetentuanKebijakan Privasi
© 2017-2025 LSF Discourse
Pranala

Ontologi Hawking

0

Kematian filsafat tidak membuat Hawking meninggalkan filsafat.

Pranala Ontologi Hawking
Pranala Ontologi Hawking
Dika Sri Pandanari
Dika Sri Pandanari
Pendiri LSF Discourse. Pengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.

Diterbitkan pada Selasa, 4 Desember 2018
Topik
Filsafat Ilmu
Semua topik
Bagikan artikel ini

Bantu kami untuk terus bertahan

Donasi

Sebagaimana Derrida dalam "Adieu" merasakan kehilangan metafisis atas wafatnya Levinas, demikian pula kehilangan semesta penafsirnya, Stephen Hawking. Dalam The Grand Design, ia merujuk kematian filsafat yang tergantikan oleh sains, yang direpetisi dalam pidato ilmiahnya pada Google tahun 2011. Kematian ini didasari kemunduran filsafat yang berujung pada klasifikasi ilmu hingga menghilangkan keluasan filsafat. Demarkasi filsafat tidak selalu sesuai, seperti ketika beberapa filsuf berusaha mengkategorikan Hawking dalam postivisme atau kosmoantropisme. Di sisi lain kosmologi sebagai bagian filsafat harus dipahami melalui riset atau model, bukan melalui pengandaian.

Sebagai pembaca semesta, Hawking tidak pernah melewatkan mitologi Skandinavia, Yunani hingga cerita rakya Boshongo-Afrika. Baginya mitos membawa manusia pada imanjinasi tentang semesta sekaligus tapak pertama menuju pertanyaan besar mengenai "ada". Ontologi Hawking berbeda dengan filsafat pada umumnya di mana ia mengandaikan ada melalui pertanyaan "bagaimana", alih-alih "mengapa" seperti yang selama ini dipertanyakan oleh Parmenides dan Platon. Bagi Hawking, semesta tidak perlu memiliki alasan ada karena ia sudah ada melalui suatu cara atau "mode" metafisika. Hawking menjelaskan mode mengada semesta yang kemungkinannya tidak terhitung seperti waktu alternatif Feynmann.

Kematian filsafat tidak membuat Hawking meninggalkan filsafat. Dalam menjelaskan perkembangan fisika klasik ke teoretis, ia selalu kembali pada sejarah filsafat seperti Pitagoras, filsuf Ionoa, hingga Descartes. Tahap selanjutnya ia menjelaskan proses lahirnya Lubang Hitam, Teori Dawai, Bing Bang, hingga Teori Segalanya (yang ditinggalkan Hawking sebagai "yang sementara") melalui hasil penelitian sains modern seperti Einstein dan Conway. Hawking memprediksi sains melalui kaidah antropik lemah di mana manusia menentukan konteks pengamatan, sementara kenyataan baginya adalah realisme bergantung model (MDR) ketika indra membuat model dunia luar. Dengan mengikuti perjalanan ruang-waktu bersama Hawking, akhirnya manusia secara subjektif akan dibawa kembali kepada pertanyaan "mengapa ada sesuatu dan buka ketiadaan".

Bagikan artikel ini
Diterbitkan pada Selasa, 4 Desember 2018
Topik
Filsafat Ilmu
Semua topik

Diskusi

Loading...
Bantu kami melaluidonasi di SociaBuzz
Artikel Terkait
Masyarakat Kairo karya Arthur von Ferraris
Refleksi
Sosiologi dan Sosiologi Islam: Suatu Dialog Pencerahan
Satrio Dwi Haryono0

Objektivitas tidak diukur melalui iman seseorang. Melainkan sejauh mana peneliti tersebut memegang komitmen keilmuan, mempertahankan kode etik penulisan dan penelitian, moralitas keilmuan serta nilai-nilai akademik.

KarlMarx karya Incognito
Refleksi
Wacana Bentuk Estetika Marxis
Almer Sidqi0

Estetika Marxis dapat menjadi jawaban dari absennya kebenaran di dalam sebuah aktivitas membaca dan mencipta karya.

Marie dan Pierre Curie
Kajian Tokoh
Karl Popper: Memahami Prinsip Falsifikasi Pengetahuan
Fengki Zainal0

Popper berargumen bahwa sebuah hipotesis berasal dari penyangkalan terhadap hipotesis sebelumnya, bukan dari pengumpulan bukti-bukti akan sebuah observasi.

Ilustrasi manusia purba
Refleksi
Rehabilitasi Plato
Novan Gebbyano0

Plato adalah sosok penting di dalam filsafat barat. Ada dua pemikir pra-sokratik yang mempengaruhi Plato yaitu Parmenides dan Democritus.

Ulasan
Rekonstruksi Epistemologi Ilmu Pengetahuan
Trio Kurniawan0

Mohamad Anas menawarkan lagi sebuah cara para filsuf dalam menikmati dunia: berdialog dan mengkritisi dalam bingkai rasionalitas

Refleksi
Indigenous Psychology: Jalan Keluar Kebuntuan Relevansi Psikologi
Mutia Avezahra0

Eksistensi Ilmu Psikologi, dewasa ini menjadi salah satu rujukan yang kerap dipertimbangkan untuk menjelaskan berbagai macam problematika yang muncul pada masyarakat di Indonesia.