Discourse
KolaseKegiatanTentang Kami
  • Beranda
  • Refleksi
  • Kajian Tokoh
  • Pranala
  • Ulasan
  • Terjemahan
  • Warta
  • Kolase
  • Kegiatan
  • Tentang Kami
DISCOURSE
ArtikelKontakKontribusi EsaiTokoDonasiVideoSyarat dan KetentuanKebijakan Privasi
© 2017-2025 LSF Discourse
Refleksi

State of Exception dan Urgensi Hukum Tata Negara Darurat

0

Hukum tata negara darurat dapat mengisi kekosongan hukum dan memberi kepastian hukum ketika negara berada dalam keadaan State of exception.

Persidangan
Persidangan
Rakha Ramadhan
Rakha Ramadhan adalah mahasiswa hukum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarya.

Diterbitkan pada Jumat, 15 Juli 2022
Topik
Filsafat HukumEtika
Semua topik
Bagikan artikel ini

Bantu kami untuk terus bertahan

Donasi

Hakekat Negara

Negara merupakan perikatan yang lahir akibat kontrak sosial antar individu guna membentuk sebuah negara dalam rangka menjaga, menegakan, serta memajukan hak asasi manusianya. Jika menelaah dalam pemikiran John Locke, kontrak sosial lahir sebagai sebuah teori kedaulatan rakyat pada negara di mana kedaulatan berada di tangan rakyat yang membentuk dan memberikan kekuasaannya pada institusi-institusi negara untuk menjalankan peran negara dalam mencapai tujuannya.

Untuk memastikan berlangsungnya kehidupan bernegara, dibutuhkan hukum sebagai pedoman bersama. Dengan demikian maka dapat tercipta keadilan, di mana setiap orang dan institusi negara memiliki hak dan kewajiban.

Sejarah perkembangan manusia searah dengan laju perkembangan hukum tata negara yang melahirkan dan mengeliminasi berbagai konsep ketatanegaraan. Hasil pertemuan ketiganya terus merekognisi dan merelevansikan bentuk sesuai dinamika kebutuhan manusia. Tentunya hukum ketatanegaraan dituntut untuk mampu menjawab tantangan zaman hari ini, termasuk mengkontekstualisasikan dirinya ke dalam berbagai kondisi, dalam hal ini dalam keadaan kegentingan dan kedaruratan.

Dalam pemikiran Immanuel Kant, tegaknya hukum serta terjaminnya kebebasan rakyat merupakan tujuan negara. Penegakkan kebebasan rakyat diatur dengan hukum yang di mana hukum di sini berperan sebagai representasi kehendak rakyat.

Kondisi Darurat “State of Exception”

Kedaruratan dan kegentingan yang lahir akibat perubahan keadaan objektif mengharuskan negara untuk mendeklarasikan State of exception.

State of exception merupakan keadaan pengecualian, di mana negara dapat membentuk hukum baru dan tidak mematuhi hukum yang telah ada. Negara dapat melakukan pengecualian ketika terjadi keadaan genting yang memicu kedaruratan, seperti bencana atau perang.

Merujuk pemikiran Carl Schmitt, state of exception merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan untuk melakukan pengecualian terhadap aturan hukum atas dasar adanya kegentingan serta kepentingan rakyat. Analisisnya kemudian mengandaikan perkembangan dunia yang dinamis dan cepat, menghadirkan berbagai tantangan hingga ancaman yang dapat datang tanpa diduga sebelumnya. Karenanya dalam keadaan yang darurat, sikap patuh terhadap hukum tertulis harus menjadi fleksibel, agar tujuan negara yang merupakan kepentingan rakyat tidak terkorbankan, hanya demi kepatuhan terhadap suatu hukum tertulis yang tidak mampu menjawab tantangan situasi darurat. Dalam hal ini “All law is situational law”.

Penetapan State of exception oleh negara tidak terlepas dari tanggung jawab negara dalam menjaga hak asasi dari rakyatnya. Namun hal yang perlu diantisipasi ialah kondisi ketika negara menjadi abusive dalam keadaan pengecualian tersebut. Atau, kemudian ada kekuatan tertentu yang hendak memanfaatkan situasi tersebut untuk memperoleh keuntungan. Dengan merefleksikan perjalanan hukum ketatanegaraan, negara yang memiliki kekuasaan berlebih cenderung akan bertindak secara semena-mena karena dapat bertindak di luar dari hukum dan membentuk hukumnya sendiri. Karenanya diperlukan seperangkat aturan (sistem) yang dapat diterapkan ketika negara berada dalam keadaan darurat. 

Urgensi Hukum Tata Negara Darurat

Keadaan darurat dalam konteks State of exception mengedepankan pendekatan kedaulatan negara (sovereignty approach) dan menganggap keadaan bahaya merupakan extra legal.

Jimly Asshiddiqie mendefinisikan keadaan darurat sebagai keadaan bahaya yang tiba-tiba mengancam ketertiban umum, yang menuntut negara bertindak dengan cara-cara yang tidak lazim menurut aturan hukum yang biasa berlaku dalam keadaan normal.

Perbedaan mendasar antara hukum tata negara dengan hukum tata negara darurat terletak pada kondisi obyektif, hukum tata negara darurat hanya bisa diterapkan ketika negara berada dalam kondisi luar biasa atau situasi tidak normal.

Secara subyektif, hukum tata negara darurat (staatsnoodrecht subjectip) merupakan hak negara dalam keadaan tertentu untuk melakukan segala tindakan yang sekiranya perlu untuk dilakukan dalam menjaga dan melindungi hak asasi warga negaranya, penyimpangan terhadap undang-undang bahkan undang-undang dasar menjadi dapat dibenarkan. Secara obyektif, hukum tata negara darurat (staatsnoodrecht objetip) ialah hukum yang diberlakukan semasa negara berada dalam keadaan darurat.

Deklarasi keadaan darurat menjadi tanda negara berada dalam keadaan genting dengan konsekuensi logis terabaikannya prinsip dasar seperti penangguhan hak-hak rakyat serta pembolehan terjadinya penyimpangan hukum.

Hadirnya hukum tata negara darurat dapat mengisi kekosongan hukum dan memberi kepastian hukum ketika negara berada dalam keadaan State of exception serta mampu mereduksi kesempatan abuse of power dari kekuasaan negara ataupun kekuatan tertentu yang hendak memanfaatkan situasi tersebut untuk memperoleh keuntungan. Meski dalam keadaan darurat, negara harus tetap mengedepankan prinsip kepastian hukum serta harus tetap memiliki pengawasan dan rakyat harus tetap mendapatkan kedaulatannya atas negara. 

Daftar Pustaka

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Carl Schmitt, Political Theology: Four Chapters on the Concept of Sovereignty, Studies in Contemporary German Social Thought, 1985.

Bagikan artikel ini
Diterbitkan pada Jumat, 15 Juli 2022
Topik
Filsafat HukumEtika
Semua topik

Diskusi

Loading...
Bantu kami melaluidonasi di SociaBuzz
Artikel Terkait
Roman Senate
Refleksi
Memaknai ulang kritik hukum progresif terhadap positivisme hukum
Josua Navirio Pardede0

Hukum progresif adalah upaya mencari keadilan substantif dari celah sekecil mungkin. Hambatan yang dihadapi bukan hanya undang-undang semata.

Justice Punishing Injustice karya Jean Marc Nattier
Refleksi
Hukuman Mati dan Keadilan
Fikri Asrofi0

Hukuman mati adalah praktik yang dilakukan suatu negara untuk membunuh seseorang sebagai hukuman atas suatu kejahatan.

Al Ghazali dan Thomas Aquinas
Refleksi
Thomas Aquinas dan Al-Ghazali: Disrupsi Filsafat Hukum Kontemporer
Mohamad Hidayat Muhtar0

Salah satu kontribusi terbesar Aquinas dalam hukum kontemporer adalah teorinya mengenai hukum alam.

Defendant and Counsel  karya William F. Yeames
Refleksi
Telaah Keadilan Rawls: Teori Keadilan dan Problem Posisi Asali
Ambrosius Emilio0

Apa itu keadilan? Pertanyaan mengakar pemicu saling silang pendapat yang usianya selaras dengan kehidupan manusia itu sendiri.

John Dewey
Refleksi
Hak atas Pendidikan Tinggi sebagai Hak Asasi Manusia
Sandy A Pristantyo0

Pemenuhan hak atas pendidikan tinggi tidak sesuai dengan konsepsi hak atas pendidikan tinggi sebagai hak asasi manusia.