Discourse
KolaseKegiatanTentang Kami
  • Beranda
  • Refleksi
  • Kajian Tokoh
  • Pranala
  • Ulasan
  • Terjemahan
  • Warta
  • Kolase
  • Kegiatan
  • Tentang Kami
DISCOURSE
ArtikelKontakKontribusi EsaiTokoDonasiVideoSyarat dan KetentuanKebijakan Privasi
© 2017-2025 LSF Discourse
Warta

Notulensi Bedah Buku The Sea Close By – Albert Camus

0

Albert Camus dikenal sebagai pujangga Prancis yang menyelipkan konsep absurditas dalam gelombang eksistensialisme pada masanya.

Dika Sri Pandanari
Dika Sri Pandanari
Pendiri LSF Discourse. Pengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.

Diterbitkan pada Selasa, 16 Juli 2019
Topik
Albert CamusEksistensialisme
Semua topik
Bagikan artikel ini

Bantu kami untuk terus bertahan

Donasi

Albert Camus dikenal sebagai pujangga Prancis yang menyelipkan konsep absurditas dalam gelombang eksistensialisme pada masanya. Dalam magnum opusnya yang berjudul Mite de Sisifus, Camus memperlihatkan rotasi kegelisahan manusia yang selalu berakhir paradoksal. Manusia yang dalam metafora Camus diwakili oleh Sisifus melakukan tugas mendorong batu hingga puncak. Pencapaian membawa makna bagi Sisifus meski batu tersebut selalu terjatuh kembali hingga ia harus mendorongnya lagi. Siksaan Sisifus dapat diterjemahkan sebagai dorongan manusia untuk mencapai titik absurditas. Manusia berbahagia ketika memaknai sesuatu dan bersedih ketika makna tersebut lenyap, namun spektrum lebih luas yang jarang disadari oleh manusia adalah sirkulasi hilang dan munculnya makna dalam diri manusia.

Ketika seorang pemuda mensyukuri tepian pantai Aljazair yang hangat dan ramah atau ketika seorang pria tengah menikmati dunia yang berjalan di sekitar kapal siarnya, maka pada saat itu para Sisifus sedang menghela nafas lega karena telah mendorong batu hingga mencapai puncak. Saat tersebut merupakan titik dimana makna tengah dikenali dan diarungi. Namun terdapat waktu tersendiri dimana pemuda Aljazair tadi bersedih atas kemiskinan di pesisir kota dan pria di atas pesiar merasa kecewa terhadap suasana yang terlalu sering dihadapinya. Fase ini memunculkan keburaman dan keraguan hambar yang mendorong manusia untuk menyadari bahwa kebahagiaan hanya kelanjutan dari kesedihan serta demikian sebaliknya. Pada titik ini Camus akan mengingatkan kita dengan frasa ‘tapi’ dalam tiap karyanya.

Camus percaya akan takdir sebagaimana masyarakat pada umumnya percaya akan Tuhan. Takdir manusia bagi Camus adalah perjalanan untuk menggapai kenyataan melalui kesadaran dan penerimaan. Dalam cerpen Laut yang Begitu Dekat dan Musim Panas di Aljazair para tokoh Camus serupa dengan Sisifus sang penerima takdir. Para tokoh maupun Camus sendiri menanggapi hidup dengan derajat kebosanan dan kuriusitas yang sama besar hingga pada saat tertentu mereka diberhentikan oleh pakta perdamaian atas nasibnya. Penerimaan menjadi yang terpenting dalam mencapai kedamaian sebuah ironi yang dianggap Camus berguna bagi ketentraman dirinya. Tidak ada kegelisahan atau kemakmuran abadi, keduanya hanya seper dari sekian sudut gejala emosional serta seper dari sekian mil kemungkinan yang dapat terjadi pada hidup manusia.

Bagikan artikel ini
Diterbitkan pada Selasa, 16 Juli 2019
Topik
Albert CamusEksistensialisme
Semua topik

Diskusi

Loading...
Bantu kami melaluidonasi di SociaBuzz
Artikel Terkait
Albert Camus
Refleksi
Sisyphus Yang Berbahagia
Michael Hans0

Dengan menyadari bahwa dunia ini inkonsisten dan irrasional dan menghargai ketidakbermaknaan, kita bisa membayangkan Sisyphus yang bahagia.

Kajian Tokoh
Absurditas Camus
Dika Sri Pandanari0

Albert Camus melihat kehidupan manusia sebagai suatu hal yang tidak jelas (absurd). Meski demikian, ketakjelasan hidup ini adalah satu-satunya kejelasan.

Dataran Tinggi Deloun karya Hamid Sardar-Afkhami
Kajian Tokoh
Schopenhauer, Camus, dan Peterson: Aksio-Ontologis atas Dunia yang Kejam
Alan Pasaribu0

Kita sering mempertanyakan, “Bagaimana wujud dunia itu sebenarnya atau dunia pada dirinya sendiri? Apakah dunia baik atau kejam?”

Refleksi
Sedikit Mengenai Eksistensi(-alisme) Manusia
Ricky Setya Prayoga0

Jika kita boleh untuk merasa, dari Sartre kita bisa belajar bahwa kebebasan ialah sesuatu yang cukup mengerikan. Ia tak pernah bisa dikompromikan, karena kita selalu tiba-tiba saja dihadapkan pada akibat.