Discourse
KolaseKegiatanTentang Kami
  • Beranda
  • Refleksi
  • Kajian Tokoh
  • Pranala
  • Ulasan
  • Terjemahan
  • Warta
  • Kolase
  • Kegiatan
  • Tentang Kami
DISCOURSE
ArtikelKontakKontribusi EsaiTokoDonasiVideoSyarat dan KetentuanKebijakan Privasi
© 2017-2025 LSF Discourse
Pranala

Kekosongan Semesta

0

Dualisme akan selalu diawali dan diakhiri dengan netralitas.

Pranala Kekosongan Semesta
Pranala Kekosongan Semesta
Dika Sri Pandanari
Dika Sri Pandanari
Pendiri LSF Discourse. Pengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.

Diterbitkan pada Kamis, 13 Juni 2019
Topik
Metafisika
Semua topik
Bagikan artikel ini

Bantu kami untuk terus bertahan

Donasi

Proses penciptaan semesta selalu menyimpan rahasia dan berbagai kemungkinan. Gerak partikel yang pada awalnya tidak tertebak dan tidak dapat diperkirakan menjadi jelas melalui penggambaran mitos serta ilmu fisika. Dalam tradisi tersebut manusia memiliki dua garis besar konsep yaitu dualisme dan kekosongan. Positif-negatif dan netralitas menjadi salah satu metode untuk menjelaskan bagaimana semesta dapat tersusun hingga lahir matahari, bumi, dan ratusan konstelasi benda langit lainnya.

Konsep dualisme selalu mengutarakan kelahiran semesta dari pertemuan sisi satu dan lainnya. Contohnya kelahiran bumi yang disebabkan oleh gerak Yin-Yang, pertempuran Ahura Mazda-Angra Mainyu atau pernikahan Cronos dan Rhea. Dualisme juga hadir dalam bunyian genderang dua muka Siwa yang mampu menciptakan jagat sekaligus menghancurkannya. Dalam dualisme konsep kekacauan selalu berpasangan sekaligus berlawanan dengan keteraturan. Hal ini yang kemudian menghasilkan harmonisme atau dialektika dalam mitologi penciptaan.

Sementara itu, konsep netralitas atau kekosongan mengandalkan penjabaran sifat 0 (nol) dalam perjalanan terbentuknya semesta. Dalam Nishkala Siwa misalnya, dinyatakan bahwa Dewa Siwa ialah ketiadaan yang merupakan awal mula semesta. Ia tidak berbentuk dan bersifat tidak terhingga. Kealpaan ini yang kemudian menjadi asal dan tujuan akhir hidup manusia serta kontingensi yang lain. Setara dengan model fisika teoretis yang memprediksi bahwa titik sebelum Ledakan Besar tidak memiliki nilai gravitasi dan jumlah partikel yang dapat terhitung. Demikian Charles Seife mengambil kesimpulan bahwa dualisme akan selalu diawali dan diakhiri dengan netralitas. Seperti Niskala Siwa yang mengawali dentuman Damaru penciptaan dan penghancuran dunia.

Bagikan artikel ini
Diterbitkan pada Kamis, 13 Juni 2019
Topik
Metafisika
Semua topik

Diskusi

Loading...
Bantu kami melaluidonasi di SociaBuzz
Artikel Terkait
Ilustrasi manusia purba
Refleksi
Rehabilitasi Plato
Novan Gebbyano0

Plato adalah sosok penting di dalam filsafat barat. Ada dua pemikir pra-sokratik yang mempengaruhi Plato yaitu Parmenides dan Democritus.

Hagia Sophia karya  Sevket Dag
Refleksi
Pengingkaran dan Pembelaan Wujud (Eksistensi) dalam Filsafat Islam
Ahmad Amin Sulaiman0

Predikasi atau penyematan wujud kepada sesuatu tidak otomatis memiliki kesamaan seperti konsep wujud itu sendiri.

Islamic Astronomer karya incognito
Refleksi
Sanggahan Filsafat Islam atas Tesis Infinite Regression
Ahmad Amin Sulaiman0

Infinite regression menyebut bahwa realitas tidak memiliki ujung dan pangkal baik dalam permulaan maupun akhir.

Pranala Gua Plato
Pranala
Gua Platon
Dika Sri Pandanari0

Alegori ini menggambarkan kemampuan manusia menyerap indera dan pengolahannya dalam nalar.

Art Nouveau karya Edward Okun
Terjemahan
Gagasan Nietzsche tentang perulangan abadi
Mochammad Aldy Maulana Adha0

Kesanggupan Zarathustra untuk merangkul perulangan abadi adalah ekspresi tertinggi dari cintanya pada kehidupan dan keinginannya untuk tetap "setia pada bumi."

Martin Heidegger
Kajian Tokoh
Membaca ulang manusia bersama Descartes dan Heidegger
Krisna Putra Pratama0

Diri manusia menurut Descartes memiliki keluasan dalam ruang dan pikiran. Heidegger melihat diri manusia sekedar mengetahui Adanya.