Discourse
KolaseKegiatanTentang Kami
  • Beranda
  • Refleksi
  • Kajian Tokoh
  • Pranala
  • Ulasan
  • Terjemahan
  • Warta
  • Kolase
  • Kegiatan
  • Tentang Kami
DISCOURSE
ArtikelKontakKontribusi EsaiTokoDonasiVideoSyarat dan KetentuanKebijakan Privasi
© 2017-2025 LSF Discourse
Pranala

Universal

0

Sebagian dari yang universal disusun oleh proses sintetik a priori dan a posteriori dimana manusia dapat menjelaskan bagaimana sebuah pengetahuan dapat tersusun dalam dirinya.

Pranala Universal
Pranala Universal
Dika Sri Pandanari
Dika Sri Pandanari
Pendiri LSF Discourse. Pengajar di Universitas Bina Nusantara Malang.

Diterbitkan pada Rabu, 24 Juli 2019
Topik
Epistemologi
Semua topik
Bagikan artikel ini

Bantu kami untuk terus bertahan

Donasi

Pada suatu malam di Sirakus - Sisilia pada masa pemerintahan Heiron ke-2, Archimedes yang tengah murung oleh persoalan mahkota emas raja, menceburkan diri ke dalam buyung penuh air hingga tertumpah. Air berpindah karena berat tubuh Archimedes menekannya keluar dari buyung. Sejurus kemudian Archimedes menyerukan eureka dengan gembira karena merasa akan dapat memecahkan teka teki mahkota raja. Ia merumuskan prinsip Archimedes setelah dilihatnya bahwa tubuh dan air memiliki sifat tertentu yang kini dikenal sebagai massa jenis, gaya, dan interaksi. Archimedes memperoleh kesan bahwa alam menunjukkan pola hukum pada peristiwa tubuh dalam buyung. Pola dari fenomena benda-benda memiliki kecenderungan untuk dipetakan, sebagaimana hukum alam yang menunggu untuk dirumuskan sebagai jalan agar manusia dapat mengenali dunianya. Archimedes menyebut temuannya yang di kemudian hari berkembang menjadi aritmatika dan geometri sebagai aksioma, hal yang memungkinkan manusia modern dapat menciptakan bel pintu listrik, pemanggang roti, taman bermain hamster hingga pembangkit listrik tenaga air.

Desakan dalam diri Archimedes untuk mengenal rumusan semesta dan tatanan universal tumbuh pula dalam filosof lain seperti Thales, Phitagoras, Theon, hingga Kant. Kant, sebagai filosof yang berkonsentrasi pada penguraian akal budi mengutarakan bahwa kebenaran yang sejati memiliki sifat universal. Sebagian dari yang universal tersebut disusun oleh proses sintetik a priori dan a posteriori dimana manusia dapat menjelaskan bagaimana sebuah pengetahuan dapat tersusun dalam dirinya. Namun bagi Kant, hasil sintetis pengetahuan tidak lagi menentukan apakah suatu pengetahuan bernilai benar atau salah, melainkan untuk memaparkan apakah hal tersebut telah dapat diketahui dengan pasti atau tidak. Sebuah fenomena dapat memiliki kebendaan di dalam dirinya sebagaimana disebut Kant sebagai das Ding an sich. Ketika seseorang mengamati sebuah menara, ia menangkap berbagai kesan dari bangunan tersebut dan merekamnya menjadi sebuah fenomena. Pengamat kemudian dapat mengukur tinggi menara atau menilai keindahan estetisnya melalui proses sintetis a posteriori. Selanjutnya ia dapat mempertimbangkan substansi dari menara tersebut atau hubungan kehadirannya dengan menara yang diamati. Proses ini meleburkan sintesis a priori dan a posteriori dalam diri pengamat tadi.

Tiga abad sebelum Hawking berusaha merumuskan Theory of Everything di abad ke-21, Kant lebih dulu melandasi modal fisikawan dari masa ke masa untuk memahami hukum dari sebuah pengenalan. Ia mengajukan konsep dimana pemutusan pengetahuan manusia dibentuk melalui proses sintetik sehingga manusia dapat menggabungkan satu informasi dengan informasi lainnya. Proses ini disebut Kant sebagai praktis akal budi murni yang merujuk pada hukum utama dari lahirnya sebuah pemahaman baru; sebuah hukum universal yang terlahir pada akal budi praktis-murni dan berlaku pada Archimedes, Thales, Phitagoras, Theon, semua orang, juga Kant sendiri. Tanpa akal budi tersebut maka Archimedes akan gagal memutuskan kesimpulan dari luberan air di buyungnya, pula ilmuwan lain dalam menentukan kepastian pilar-pilar pengetahuan yang hendak digunakan untuk menyusun hukum alam universal.

Bagikan artikel ini
Diterbitkan pada Rabu, 24 Juli 2019
Topik
Epistemologi
Semua topik

Diskusi

Loading...
Bantu kami melaluidonasi di SociaBuzz
Artikel Terkait
Kajian Tokoh
Membaca Thomas Aquinas
Trio Kurniawan0

Konsep Thomas Aquinas berbicara mengenai proses pengetahuan manusia (dalam Summa Theologiae – ST).

Ulasan
Rekonstruksi Epistemologi Ilmu Pengetahuan
Trio Kurniawan0

Mohamad Anas menawarkan lagi sebuah cara para filsuf dalam menikmati dunia: berdialog dan mengkritisi dalam bingkai rasionalitas

Pranala
Bandersnatch
Dika Sri Pandanari0

Sistem ini berkuasa menentukan laku (task) Stefan atau siapun Bandersnatch, makhluk malang di era post-truth yang mengira dirinya kuat dan bebas tanpa menyadari bahwa kuasa hadir sebelum ia memiliki bayangan.

Foto Tebing Batu karya North Sky Photography
Terjemahan
Epistemologi Serius dalam Justified True Belief (Bagian 1)
Krisna Putra Pratama0

Karya filosofis Gettier menyembul sebagai sebuah ledakan literatur filosofis yang menciptakan kesepakatan penjelasan mengenai pengetahuan

Pranala Paranoia dan Pengetahuan
Pranala
Paranoia atas Pengetahuan
Dika Sri Pandanari0

Walau banyak kepastian dan bukti yang telah kutemukan dalam rasioku, aku tidak dapat yakin bahwa seluruh dunia dapat menerima dan memahaminya.

Bhaktisvarupa damodara swami
Pranala
Epistemologi Vedanta
Dika Sri Pandanari0

Sumber pengetahuan yang terakhir ialah Wahyu, yang dipahami hanya oleh beberapa orang tanpa pengaruh awal dari indera dan rasionalitas.